Rabu, 25 Oktober 2023

UMPAN: PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, DAN INDONESIA

Dewasa ini, terkait pembangunan kebudayaan, teringat dengan pandangan Sutan Takdir Alisjahbana[1] yakini, yakin intelektualisme relevan dengan kehidupan sekarang yang dihela sains dan teknologi. Oleh karena itu, pendidikan harus terus menggelorakan intelektual.

Sebuah catatan singkat untuk refleksi diri, bicara pendidikan, kebudayaan, dan Indonesia yang rumpang di dunia intelektual. Di bulan baik ini, kami beberapa bulan lalu merayakan ulang tahun ke-78 RI, di tahun 2023 dengan tagline “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”—yang kurang lebih tagline tersebut dapat membentuk kesadaran merata pada tubuh dan jiwa masyarakat Indonesia. Terkhusus untuk saya sebagai tenaga pengajar yang masih jauh dari kata: berkontribusi, memberi, dan memperbaiki negeri ini secara benar.

[2]Di Barat, mereka sedang memasak nasi yang sudah hampir matang, jadi wajar mereka khawatir nasinya akan hangus jika api tak dikecilkan. Namun, STA mengatakan, kwatir ini terlalu dini bagi Indonesia karena apinya saja belum menyala. Maka, janganlah mengkwatirkan dominasi intelektualisme mana kala nyala intelektualisme itu sendiri belum terpantik di kehidupan masyarakat. Di Dirgahayu HUT ke-78 RI ini, setelah membaca opini di koran Kompas dengan judul "Memahami Takdir" (2022), ditulis oleh Iwan Pranoto Guru Besar ITB, yang meminjam tulisan Sutan Takdir Alisabhana (1930) tentang pendidikan.

Selaras dengan pandangan yang dipolekmekkan pada modernisasi terdahulu itu. Di tanah kebanggaan Indonesia ini yang kalis, terdahulu sudah mengalami gonjang-ganjing perspektif. Kalau pendidikan hingga kini masih seksi jika dibahas, apalagi kita hanya kalangan intelektual yang masih belum punya kekuatan mengakomodir perubahan secara revolusi. Namun, perlu bersyukur, karena di antara kita masih ada daqi’ kesadaran di relung hati.

Adapun, perlu disadari melalui sudut pandang pemikiran, pembicaran, dan melakukan sesuatu selaras dengan kebebasan atas kebaikan—yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga terus menjadi agent dari jalan-jalan kultural. Dengan kata lain, Bahasa sederhanya; dapat menjadi sumber liyan akan kebaikan secara kultural. Hal ini selaras dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara, salah satu peran pendidikan afektif itu: keluarga, langgar, dan kelas pendidikan.

Dasar tersebut akan termanifestasikan kepada realitas sosial yang ada di dunia pendidikan, yang dasar-dasarnya apakah bisa kita sadari itu bentuk intelekual dari Barat—yang masih kental dengan dikotomi kesadaran tidak merata. Tentu dalam memahami pendidikan, kebudayaan, dan rumpang intelektual. Dari fenomena di sekitar itu telah menyadari perlu secara baik tenaga pendidikan menjadikan peserta didik lebih membuka dada, bukan malah menutup diri.

Pertanyaannya adalah; apakah pendidikan kita ini kebarat-baratan? Atau ke-timur-timuran? Lalu filosofi apa yang dapat dikaji secara nalar oleh kita dalam memantapkan diri melawan kejanggalan arah pendidikan kita—yang seolah-olah disposisi arah juang di dunia pendidikan. Apakah kerumpangan pendidikan ini dapat menjadi rimpang, sesuai dengan esensi dan eksistensi.  

Darurat Pendidikan Kita

Urgensi negera terletak pada pendidikan. Berbicara pendidikan tentu tidak lepas dengan sebuah sudut pandang terhdap pendidikan formal, non-formal, dan informal, yang begitu akrab dengan kita. Tentu, akrab yang dimaksud kita memiliki kesadaran atas anggapan bahwa pendidikan itu penting. Namun tidak dengan yang tersandra dengan pandangan pendidikan itu buruk, tapi melepaskan dari pemahaman atas sistem. Lantas apakah urgensi negera tersebut berkaitan dengan kurang baiknya sistem, atau ada oknum pemangku kebijakan kurang bijak menerapkan dalam realitas, yang dampaknya masih asam dan kadang tawar dirasakan masyarakat.

Sistem pendidikan di negara Indonesia bagi masyarakat secara luas akan dirasa sudah baik. Bahkan dasar baik tersebut terletak pada sebuah tokoh besar pendidikan kita, yang dapat dikatakan telah mencetuskan sistem pendidikan sangat bagus. Hal ini telah menjadikan kita untuk terus menyangka, jika pendidikan kita sudah masuk pada sebuah elmen sangat luas jika berkaitan dengan sekarang. Karena secara filosofis yang telah dicetuskan oleh para pendiri telah direduksi, bahkan ada yang kurangi.

Sistem dari masa ke masa memiliki kecenderungan berbeda-beda. Ada dengan lantang pendiidkan terbaik terletak pada zaman Ki Hadjar Dewantara, lantaran pada saat itu akses pendidikan masih terbatas. Dengan bahasa lain, kaum terdidik masih ada dikotomi kuat terhadap pemerataan dunia pendidikan. Jika bukan dari anak bangsawan atau berdarah Belanda atau kata lain dalam perspektif orang Indonesia kolonialis, itu. Pendidikan taman siswa bagi orang Indonesia sangat menjawab permasalahan pada saat itu. Yang mana, masyarakat bisa mengenyam pendidikan masih rumpang. Rumpang di sini tidak merata, sehingga masyarakat masa itu yang masih penuh dengan tantangan melewan kolonialis untuk bisa mencapai satu harapan besar, yaitu  belajar. Akan tetapi, permasalahan pada saat itu bukan terletak pada sebuah mental belajar, melainkan tujuan pendidikan pada saat itu terletak pada kesadaran kolektif merebut kemerdekaan dengan kemampuan manusia nusantara yang utuh.

Kegamangan pendidikan pada saat itu terletak pada kesadaran tidak merata. Bahwa masyarakat pribumi dalam kesadarannya untuk melakukan perlawanan atas kolonial, masa itu. Tentu bagi yang merasa rugi dan sunyi dari kemiskianan. Maka, salah satu cita-citanya itu, menggapai sebuah kemerdekaan Hindia Belanda (sebutan kolonial). Hal tersebut dapat dikatakan; masyarakat kesadarannya masih rumpang antara yang miskin dan yang kaya. Dengan karunia Tuhan yang maha besar dan kuasa, tepat pada 17, Agustus 1945 Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi, yang menjadi simbol dan mitos.

Pereodisasi Kurikulum Indonesia

Kurikulum di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan signifikan dari masa ke masa. Berikut adalah gambaran singkat tentang perkembangan kurikulum di Indonesia sejak masa kemerdekaan hingga saat ini:

1. Kurikulum 1947:

Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, kurikulum pendidikan di Indonesia masih sangat terbatas. Pada tahun 1947, pemerintah merilis kurikulum sementara yang disebut "Kurikulum 1947". Kurikulum ini lebih menekankan pendidikan nasional yang mencakup bahasa Indonesia dan Pancasila sebagai nilai-nilai inti.

2. Kurikulum 1952:

Pada tahun 1952, pemerintah mengganti Kurikulum 1947 dengan "Kurikulum 1952". Kurikulum ini memberikan penekanan yang lebih besar pada pendidikan agama dan moral.

3. Kurikulum 1975:

Selama masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, pemerintah mengenalkan "Kurikulum 1975". Kurikulum ini memiliki fokus yang kuat pada pembentukan karakter Pancasila dan ideologi nasional. Pendidikan agama juga menjadi komponen penting dalam kurikulum ini.

4. Kurikulum 1984:

Pada tahun 1984, pemerintah mengganti Kurikulum 1975 dengan "Kurikulum 1984". Kurikulum ini menekankan pembelajaran yang lebih praktis dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Kurikulum ini juga memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) yang menekankan ideologi Pancasila.

5. Kurikulum 1994:

Kurikulum 1994 diperkenalkan untuk menggantikan Kurikulum 1984. Kurikulum ini lebih mengutamakan pemahaman konsep daripada hafalan. Salah satu fitur utama adalah pembelajaran tematik di tingkat sekolah dasar.

6. Kurikulum 2004 (KTSP):

Pada tahun 2004, pemerintah mengadopsi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP memberikan lebih banyak otonomi kepada sekolah dalam merancang dan melaksanakan kurikulum mereka. Ini bertujuan untuk meningkatkan relevansi kurikulum dengan kondisi setempat.

7. Kurikulum 2013 (K-13):

Kurikulum 2013, juga dikenal sebagai K-13, diperkenalkan untuk menggantikan KTSP. K-13 lebih menekankan pada pengembangan karakter, keterampilan, dan pemahaman konsep. Ini menggabungkan pendekatan ilmiah dan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran.

 

8. Kurikulum Merdeka Belajar (2020):

Pemerintah Indonesia mengumumkan "Kurikulum Merdeka Belajar" pada tahun 2020. Kurikulum ini bertujuan untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada siswa dalam memilih mata pelajaran yang ingin mereka pelajari, serta memberikan fleksibilitas dalam metode pembelajaran.

Kurikulum di Indonesia terus berkembang sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pasar kerja. Semua perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

 

Kesadaran Intelektual Merata Kunci

Kesadaran nasionalis ini tentu tidak dapat diragukan kembali. Karena sudah semestinya sudah menerima dari masa kecil, di dunia pendidikan tingkat dasar, salah satunya mencintai produk lokal selalu disuarakan. Lalu dipupuk di setiap jenjang penpendidikan. Namun kadang tolok ukur dari nasionalisme hanya terletak hanya pada pelafalan, bukan sebagai dasar penting dalam hidup—yang menjadi sebuah kesadaran atas manusia Indonesia.

Dalam hal ini tentu berkaitan dengan system pendidikan. Bahwa system pendidikan yang baik akan menentukan sebuah hasil yang baik, hasil baik tersebut terkait dengan indikator pencapaiaan yang ditentukan oleh seorang tenaga pendidik. Sebagaimana penilaian tersebut punya tolok ukur secara primer, sekunder, dan bahkan tersier.

Tolok ukur tiga hal tersebut bisa dapat ditentukan oleh pemerinta, lalu kesadaran guru bisa menerapkan dalam kehidupannya. Sehingga dampak tersebut bisa dirasakan oleh peserta didik—yang sangat bisa dicapai dunia pendidikan yang ideal sesuai dengan kebutuhan. Hal ini selaras dengan apa yang Ki Hadjar Dewantara; jika kamu menanam jagung maka akan menuai jagung, jangan sampai tidak. Adagium tersebut berkorelasi dengan dunia pendidikan kita yang mengarah pada kemampuan manusia dapat diasah dan bisa ditemukan di dunia pendidikan. Sehingga potensi dirinya bisa ditemukan.

Untuk mencapai ideal manusia ketika memilih menjadi seorang terdidik, yang terbuka pikirannya, selalu menggali potensi diri, lalu memiliki pengalaman atas hidup. Hal ini tentu terkait dengan tenaga pendidik yang baik dan handal dalam mendidik, mengjarkan ilmu, dan juga bisa memberi hukuman kepada peserta didik yang belum memiliki kesadaran belajar. Sehingga tanggungjawab tenaga pendidik bahwa generasi bangsa akan menentukan peradapan baiknya sebuah negara.

Tercapainya tenaga pendidik yang dapat bertanggungjawab atas mengajar tentu menjadi tenaga pengajar profesional, perlu dimunculkan kesadaran dari dirinya sendiri. Salah satu pemicu tentu berkaitan dengan kesejahteraan tenaga pengajar. Agar bisa mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas. Karena semakin banyak beban administrasi tapi masih kurang ngopi, mengajar di kelas hanya sekadar saja.

Budaya Literasi Hidupi di Ruang-Ruang Kelas

Peran peradapan ini tidak lepas dari sebuah ruang akademik yang dipengang oleh tenaga pendidik yang tepat. Hal ini tentu berkaitan erat dengan sebuah kecakapan literasi seorang tenaga pendidik. Maka, tidak hanya mengajar peserta didik, tapi juga memupuh jiwa dengan sebuah rekomendasi bacaan sekurang-kurangnya, bisa diberikan kepada peserta didik. Karena dengan seperti itu peserta didik, kognetif, afektif, dan psikomotorik tak hanya sekadar dapat doktrin dari eksternal, melainkan lahir dari internal.

Di era sekarang teknologi berkembang. Sehingga pendidikan tidak hanya menjadi sebuah kepentingan kebutuhan melepaskan dari budaya lama, belajar untuk melepaskan diri dari kobodohan. Akan tetapi, teknologi salah satu anak kandung dari modern ini. Pendidikan dijadikan jalan menggapai pekerjaan. Bahkan buruknya lagi menjadi sebuah liberalisasi pendidikan. Sehingga pendidikan semestinya menjadi salah satu usaha menyelesaikan masalah sendiri, tapi terkadang tidak dapat menyelesaikannya. Hal ini menjadi jawaban kalau pendidikan menjauhkan diri dari realitas sosial.

Kesadaran literasi yang dapat disuarakan kini ialah; bagaimana setiap orang mampu menyadari akan  kemampuan dirinya. Jika ini masih berada di dunia pendidikan bagaimana peserta didik dapat memahami serta dengan sadar memunculkan diri sebagai jiwa intelektual—yang dapat menjawab permasalahan di sekitar, dan dapat menjadi obat sebuah problem.

 



[1] Cum Sastrawan STA 1930-an

[2] Ibid

Selasa, 27 Desember 2022

MENYONGSONG SATU ABAD NU

Gong besar cita-cita para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di acara satu abad NU ini seperti ada kado untuk para generasi masa depan. Dilihat dari topik besar di acara NUTech: Final Day, sekurang-kurangnya secara tersirat mengangkat masalah begitu kontekstual topiknya, yaitu bagaimana era sekarang kita bisa menguasai technology. Sehingga gong besar mengenai teknologi ini dapat berhikmah kalau bisa jadi media bagi agama serta berjalan beriringan.

NU tidak muda lagi. Sepertinya kini kita tidak hanya membahas fiqih dan tauhid saja, atau urusan vertikal manusia. Satu abad ini seperti sudah waktunya membuka dada tidak hanya berlarut-larut mempermasalahkan hal yang sudah ada sanadnya jelas. Biarkan itu, selesaikan dulu dengan diri sendiri sebagai generasi NU antara hubungan manusia dengan Tuhan. Namun ada yang lebih penting untuk membuka dada selebar-lebarnya hubungan horizontal mengenai technology—yang dirasa masyarakat secara material dan intelektual mahir.

Era modern punya anak kandung teknologi ini diharapkan bisa menjawab secara baik masalah-masalah hidup di sekitar kita. Bagaimana agama tidak menolak dan apatis terhadap teknologi, akan tapi technology dapat jadi jalan baik bagi agama Islam khususnya. Sehingga technology di tubuh agama menjadi salah satu sarana dan prasarana penting untuk dimanfaatkan sebagai syiar agama secara kontekstual dekat dengan kehidupan.

Adapun peran penting ini terletak kepada siapa? Jika memandang dari beberapa pandangan para tokoh yang menjadi opening space di kegiatan satu abad NU terletak pada para tokoh agama Islam. Khususnya, karena ini kegiatan NU, maka peran tokoh-tokoh NU dalam melakukan syiar-syiar agama sesuai dengan yang ada di tubuh NU tersiarkan secara luas dan bijak. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada dengan tujuan seluruh masyarakat mampu menerima dengan mudah menerima akses-akses platform telah tersedia seperti; youtube, spotify, instagram, dan facebook dan yang lainnya—dengan tokoh-tokoh agama terlibat peran aktif sebagai tugas syiar secara moderat.

Adanya teknologi sebagai wadah sangat efektif di era sekarang. NU perlu memiliki kesadaran atas masalah-masalah yang perlu diatasi. Masalah paling akut di masyarakat kita terhadap kecakapan literasi. Sebagaimana cakap literasi menjadi salah satu point penting untuk menggunakan technology dan manfaatkan dengan sebaiknya. Tentu akan membantu lebih kritis terhadap temuan-temuan di sekitar tanpa disengaja secara baik dan buruk bertebaran. Untuk mengatasi perlu pandai tidak mudah menonton dan menyukai atau mencari-cari tidak sesuai kebutuhan kita di sosial media, agar algoritma di akun sosial media positif.

\Perhatian penting bagi generasi NU: Penggunaan Bahasa

Tak mudah menyederhanakan hal baik di masyarakat, kecuali melibatkan bahasa. Peran bahasa begitu penting di era technology ini, serta wajib menjadi salah satu keterampilan dikuasai. Terkhusus para tokoh NU, menyederhanakan bahasa mudah diterima. Salah satu contoh alm. Gus Dur dengan anekdot dan humor tidak hanya menawarkan hal lucu, tapi juga menawarkan kita berpikir. Itu peran bahasa, bahwa tokoh NU mampu menggunakan bahasa secara heterogen ‘semua orang tahu dengan mudah memahami;kata, frasa, dan kalimat’, jangan menggunakan bahasa homogen (hanya orang khusus tahu, sebab bahasa digunakan ilmiah/akademis, kadang rumit dipahami kecuali orang-orang akademis sendiri memahami.  

Topik kontekstual ini, diambil bahkan dibahas oleh para generasi. Terkhusus para tokoh NU kini memiliki fungsional aktif. Topik menarik karena masalah-masalahnya begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.  Perlu punya strategi karena sukar. Bagaimana tanggung jawab intelektual untuk mencerdaskan di bidang pendidikan, politik, ekonomi, kesehatan, dan budaya bisa di atasi tidak hanya dari sektor atas, melainkan masyarakat di bawah bisa secara mandiri mengatasinya. Peran tersebut terletak ke tokoh-tokoh untuk penyebarluasan terhadap kesadaran secara rasional dengan tujuan kemajuan ber-NU.

Jika sebuah usaha secara ideal kontekstual ini mampu dijawab dengan baik oleh masyarakat NU atau non-Nu. Tentu ini salah satu kado ideal begitu spesial. Akan jelas senang para pendiri, jika penggunaan technology sebagai wadah ini berhasil digunakan secara baik. Sehingga sesuai dengan dawuh Kh. Cholil Staquf “agama untuk menemukan solusi, bukan menjadi masalah.” 

Tantangan NU I Abad: Disrupsi, Ekologi, dan Emosi

Tantangan berkembangnya teknologi tidak lepas  dengan adanya disrupsi. Bahwa perubahan manusia hidup akan seperti ada gangguan atau bahkan menjadi hal baru. Kebaruan tentu akan menawarkan banyak hal, sebutkan saja salah satunya adalah sebuah kebiasaan kita kalau sebelum tidur orang dulu, pergi cuci muka lalu tidur, sekarang berbeda, mengecek sosial media terdahulu, email lalu tidur. Karena hal tersebut seperti menjadi bagian hidup dan dunia baru kita.

Menurut Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadi pembicara di acara NUTech: Final. Ada dua cara begitu efektif masyarakat mengatasi disrupsi yaitu: 1) memiliki pola pikir Ground mindset atau keep learning without stopping, 2) memiliki critical thinking bahwa dua modal dasar ini perlu dimiliki di era disrupsi ini. Dilanjutkan oleh pandangan Gita Wirjawan masyarakat sekarang jangan amnesia historis, lupa terhadap masa lalu.

Sedangkan tanggapan dari kedua materi Yeni Wahid, ada tiga pandangan isu besar dihadapi manusia sekarang, yaitu: disrupsi, ekologi, dan emosi, lalu bagaimana masyarakat kita sekarang sadar tiga isu tersebut. Sedangkan ia paling menekannya pada emosi (menjadi masyarakat berakhlak, tidak hanya menerima perubahan, dan memahami urusan hutan/lingkungan, namun masyarakat bisa mengontrol emosi secara baik dengan belajar pada tokoh-tokoh NU tidak ngawur).

Gong persembahan satu abad NU ini, berisyarat ke generasi tuk menyuarakan diri di dalam hatinya berwarga NU. Bahwa ini merupakan kado kontekstual yaitu technology untuk dimanfaatkan  dan dikembangkan sebagai salah satu media syiar-syiar agama Islam—dan NU mampu menjawab setiap masalah di masa depan, bahwa agama dan technology mampu mengatasi masalah besar: disrupsi, ekologi, dan emosi.

Senin, 19 Desember 2022

INDONESIA DARURAT LITERASI PANGAN

Di akhir tahun 2022 ini, Indonesia indah dengan cuaca yang dingin terkadang panas. Keadaan cuaca tidak menjadi urgensi  dalam kehidupan sehari-hari, cukup tubuh sehat akan memiliki daya kuat. Akan tetapi akhir-akhir ini mengejutkan pada hasil penelitian kompos mengenai gizi masyarakat Indonesia sangat rendah bahkan memiriskan.

Koran Kompas pada tgl 9-10 Desember 2022, memaparkan hasil riset tim jurnalisme data terhadap gizi pangan masyarakat Indonesia, yang hasilnya mengejutkan. Karena dari 183,7jt orang, atau 68% populasi, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka.

Data tersebut menunjukkan kalau masyarakat kita memang tidak begitu sehat-sehat begitu. Hal tersebut tentu sangat kompleks dalam kehidupan masyarakat. Ada dikarenakan memang masyarakat tidak begitu memahami pentingnya gizi, biaya hidup yang tidak begitu terjamin perihal ekonomi, ada pula lantaran kurangnya kecakapan mempraktikkan pentingnya pangan. Bagian di atas menjadi salah tiga dari masalah rasa peduli terhadap pangan.

Adapun paling memuaskan dalam hal gizi adalah perihal kemiskinan masyarakat. Jangankan ingin memakan makanan yang bergizi, ingin memakan makanan yang biasa saja masih belum bisa terpenuhi atau sejahtera. Karena defisi miskin adalah sebuah ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sendiri. Misalnya seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hingga pakaian. Kemiskinan sendiri dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, atau sulitnya mendapat akses pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Makanan merupakan bagian dari identitas masyarakat. Dapat dikatakan pola hidup kita dapat disebabkan dari pola makan, bagaimana seorang makan dengan sesuai kebutuhan atau sekedar mengikuti trend kekinian yang hanya mementingkan keinginan. Hal tersebut yang tidak dapat diamati secara baik. Lantaran citra makanan menjadi memunculkan identitas kehidupan sehari-hari; mulai dari sikap kesederhanaan, bersyukur, dan menjaga kedekatan kita dengan alam.

Lalu bagaimana kita mampu mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Ada banyak pilihan di negara Indonesia yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Ketika kita pergi ke hutan banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan sayur serta lauk. Tentu tumbuhan-tumbuhan sejenis daun  singkong, glandingan¸ bayam, dan kelor dsb. Makanan tersebut tergolong sangat lokal yang dengan mudah didapat serta dimasak secara baik di kehidupan sehari-hari.

Peran Pemerintah

Pidato Presiden Soekarno waktu di IPB (Institut Pertanian Bogor) pada April 1952, yang mengatakan “Indonesia tidak hanya bisa mengandalkan sawah padi.” Secara tersirat, kalau masyarakat Indonesia bisa menggunakan makanan lokal jagung dan jawa wut.

Peran pemerintah dalam hal ini yang perlu dilakukan paling sederhana yaitu sosialisasi. Selain tanggung jawab lain dengan perlu memenuhi serta memberikan solusi terhadap krisis gizi  masyarakat. Karena  begitu sedikit masyarakat sadar serta memahami mengenai pentingnya pangan gizi kehidupan sehari-hari. Hal ini perlu adanya kesadaran kolektif digaungkan secara seksama. Karena dengan kesadaran tersebut akan ada solusi paling ideal yang mampu disesuaikan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungannya yang dapat dikonsumsi sebagai meningkatkan gizi.

Stakeholder yang memiliki peran perlu melakukan penanganan serius. Karena kalau tidak akan tidak mungkin masyarakat memiliki kesadaran kalau lingkungan kita pada dasarnya kaya dengan sayur serta apa yang dapat dikonsumsi dengan baik, bahkan sehat. Walaupun pada intinya pemerintah punya tanggung jawab, sekurang-kurangnya memberikan kesadaran kepada masyarakat serta berjuang secara kreatif diri, yang dibantu dengan sosialisasi. Sehingga rasa sadar serta keyakinan untuk menjadi masyarakat yang sehat tidak hanya menunggu dana atau bantuan dari pemerintah.

Ketika masyarakat sadar kalau kejadian ini tidak semerta merta mengandalkan pemerintah. Akan tetapi membangun sebuah kesadaran secara kolektif serta bersyukur mampu membangun ekonomi kreatif secara baik. Salah satunya yaitu memanfaatkan sebuah alam sekitar untuk kepentingan pribadi dan kepentingan orang banyak. Sehingga masyarakat kreatif tidak menggantungkan segala hal pada bantuan pemerintah. Hemat saya kesadaran akan ekonomi kreatif tersebut bentuk kesuksesan pemerintah memimpin—yang tidak sekedar memimpin melainkan memberikan arahan serta memberi solusi mengenai apa yang urgensi.

Menurut hemat kecil saya, pemerintah yang tidak hanya sibuk memikirkan gizi, tapi juga memikirkan mengenai pengesahan RKUHP. Ada tugas paling penting yang sangat sentral serta begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, yang tidak lain mengenai peningkatan gizi untuk menemukan solusi, jika tidak khawatir masyarakat secara mandiri tidak percaya dengan adanya pemerintah (distras). Lantaran akan terjadi penurunan kesehatan.

Menurut survei Healthy Diet Basket (HDB) tahun 2021 menyebutkan penduduk tidak menjangkau makanan yang bergizi serta seimbang. Indonesia memiliki nilai rata-rata 68% yang belum mampu memenuhi gizi harian mereka. Pemahaman data di atas tentu menjadi salah satu memunculkan kesadaran secara pribadi serta secara kolektif mampu mengatasi terjadinya krisis gizi. Karena kebutuhan sendiri untuk sehat.

Wilayah  Jawa Timur berada di presentase 20%-24% dapat digolongkan standar. Wilayah secara statistik relatif rendah. Maka dapat dikatakan dalam hal ini ada faktor-faktor yang terjadi, mulai dari ekonomi masyarakat masih begitu rata-rata, pendidikan, serta kesehatan mudah diakses. Tentu hal ini sebuah usaha dilakukan secara bersama untuk mencapai tersebut—yang tidak baik-baik saja, tentu perlu peningkatan lebih intens.  

Wilayah Paling Rendah Gizi di Indonesia

Provinsi paling yang menyedihkan masyarakatnya yang tak mampu membeli makan, makanan bergizi seimbang terbesar di Indonesia , dengan perpresentase 78% ini, yaitu wilayah NTT. Wilayah yang begitu getir dengan populasi penduduk tidak mampu membeli pangan bergizi seimbang di Indonesia. Data yang diperoleh dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang tertinggi di Indonesia dengan angka 37,8%.

Pada masalah tersebut perlu adanya sebuah peninjauan secara ekonomi. Bagaimana masyarakat ekonomi rendah akan menjadi masalah, maka hal ini tidak lain peran pemerintah melakukan penanganan lebih serius. Hal ini tentu sudah dijelaskan oleh koordinator Pangan Koalisi Rakyat Indonesia untuk kedaulatan, Ayip Said Abdullah mengatakan untuk mengatasi keterjangkauan  makanan bergizi bisa menggunakan konsep Locality (lokalitas) dan diversity (keragaman) karena setiap wilayah ada sistem pangan yang bisa dikembangkan.

Kecakapan literasi memiliki nilai penting memahami serta menemukan solusi rendahnya gizi disebabkan pangan yang sehari-hari dilakukan sendiri. Bahwa gizi merupakan faktor penting dalam hidup yang perlu diatasi. Sehingga masyarakat akan menyesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-harinya dan mampu menjaganya.

  

Minggu, 18 Desember 2022

SEBUAH CATATAN SINGKAT TENTANG DISKUSI BUDAYA



Oleh: akhmad mustaqim 

Esai moderator diskusi budaya HMJ PBSI Unisma 

Sabtu 17, Desember 2022

1/

Pada kehidupan kita sehari-hari yang gelap ataupun terang, bahagia ataupun tidak bahagia, budaya akan selalu ada. Sebagai orang yang menyadari kalau hidup seperti itu—akan selalu tenang. Seperti halnya budaya yang secara umum dimaknai ciptaan manusia yang terus menerus  bersifat baik, dan menjadi habitus. Mungkin itulah budaya. 

Kebudayaan, meminjam perkataan Koentjaraningrat  (1990:180) kebudayaan merupakan seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Menyederhanakan kebudayaan di kehidupan sehari-hari tidak lain sebuah kebiasaan baik dilakukan manusia setiap saat yang memberikan dampak. 

Kita terkadang terjebak dengan persepsi-persepsi begitu lebar serta kadang jauh. Memang secara umum kata “budaya” dapat disandingkan kata lain yang akan jadi frasa dan memunculkan makna baru secara simbolik maupun secara semantik, dan bahkan pragmatik. Sehingga sandingan sering kali tergabung dengan kata lain; baca, literasi, ngaji, dan menari dsb—itu yang akan memunculkan makna budaya positi kala disandingkan dengan kata yang telah disebutkan. Sedangkan yang seringkali salah menggabungkan kata “budaya”—yang bermakna negatif dan bahkan kurang tepat kata itu, yaitu: korupsi, ngombe, bullying, dan telat dsb. 

Makna secara semantik dan konteks di atas perlu memilah serta memilih untuk dijadikan sesuatu hal yang tepat sesuai makna serta praktik. Yang jelas sebuah budaya, ingin mencipta hal-hal baik yang dapat mampu beradaptasi dengan zaman serta lingkungan. Adagium Minang yang dikenal dapat direduksi dalam pembahasaan budaya; “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.”—yang artinya kurang lebih “kita harus tahu di mana kita hidup paham tentang kebiasaan di wilayah tersebut, agar tidak ada kesangsian dalam bermasyarakat.” Itulah sekurang-kurangnya dapat dimaknai dalam konteks budaya—yang dikenal local wisdom. 

Kita perlu mengambil contoh. Saat kita hidup di Malang ini sebagai perantau “dari nun jauh di sana”—yang akan hidup di lingkungan Malang, yang memiliki budaya serta tradisi. Budaya dan tradisi tersebut perlu kita ketahui untuk bisa hidup dengan masyarakat berdampingan, serta bisa diterima dengan baik oleh sekitar. Sehingga hidup kita akan lancar serta dengan mudah masyarakat menerima dengan lapang tidak perlu mencari terkadang akan diberi. Karena, ketika memahami dan berbaur dengan budaya orang lain akan dengan mudah mencapai kehidupan damai dan tenang. 

Perlu menyadari menjadi diaspora sementara di kota orang dengan tujuan baik mencari ilmu pengetahuan. Tidak mudah mendapatkan, kala kebiasaan-kebiasaan kecil terjadi di sekitar tidak didamaikan dengan diri kita. Mengikuti alur atau konvensi di suatu wilayah sangatlah penting agar menjadi orang berbudi luhur. Selain itu, biasanya akan dengan mudah menjalani hidup di perantauan dan mudah menggapai ilmu pula. 

2/

Secara umum makna budaya dan berbudaya adalah kesadaran manusia. Bahwa bahasa, ide, dan pola pikir, serta daya cipta manusia—yang tidak lain semua itu hanya dimiliki manusia, makhluk lain tidak. Maka ada yang mengatakan manusia makhluk simbolikum atau makhluk dapat membaca dan mencipta simbol/bahasa. Akan tetapi, kadang manusia tidak menyadari akan hal itu dan enggan memahami apa esensi manusia berbudaya, salah satunya yaitu berbahasa dengan baik. 

Bahasa menurut Habermas bukan hanya sebagai alat komunikasi melainkan tindakan. Pernyataan tersebut sangat luas untuk ditafsirkan secara semantik saja. Namun juga perlu dan butuh dimaknai secara semiotis atau secara filosofis. Makna secara semantik ya manusia berbahasa merupakan tindakan manusia sebagai eksistensi makhluk simbolik. Sedangkan secara semantik sebagai alat komunikasi, ya memang semestinya manusia bisa berbahasa dan bisa berbudaya dengan bahasa. Makan secara filosofis dapat dikatakan bahasa sebagai identitas dan entitas manusia berkehidupan yang baik berbudaya. 

Manusia yang bisa menciptakan keberagaman bahasa. Dengan budaya keseharian yang dapat dijadikan hidup berbahagia, yang berdampingan dengan apa yang telah dicipta atau dilakukan kepada orang lain. Hidup yang dirasakan oleh manusia lain bahwa hidup berbahagia itu bagian dari budaya. Namun bukan yang hedonism melainkan hidup minimalis sesuai kehidupan dan kebutuhan. 

Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.2 Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok.

Lalu budaya yang hasil dari karya manusia yang diakui oleh negara lain bagaimana? Seperti halnya; tempe diakui diresmikan Unesco produk Jepang, Reog, Li Galigo, dan budaya lainnya. Hal tersebut dapat dipandang dari dua sisi. Pertama dari segi masyarakat Indonesia yang kadang kurang peduli dan memberi apresiasi kepada budaya, sehingga ketika budaya diambil akan merasa dirugikan. Padahal sebelumnya tidak diperhitungkan atau diperhatikan. Kedua memang secara konvensi Unesco mereka mengajukan hak cipta budaya yang diakuinya sangat kuat sehingga wajar meresmikan sebagaimana sesuai ketentuannya. 

Adapun cara merawat budaya yang tak benda dan benda, yaitu dengan cara memulai dari diri kita sendiri, lalu memulai memberikan dampak kepada kelompok lain. Atau dapat memberikan dampak dalam kehidupan kita. Sehingga itulah cara paling efektif untuk tetap bisa merawat secara skala kecil. Karena negara terkadang belum bisa menjangkaunya. Walaupun terjangkau kadang masih bersifat deliberatif. 

Deliberatif suatu kesepakatan yang akan lama dan alot dengan penggunaan logika dan nalar dan alih-alih kekuasaan, dialog, dan kreativitas. Sehingga budaya merupakan sebuah hal yang nunggu disepakati oleh beberapa elemen saja, yang dapat dikatakan terkadang kurang berkompeten di bidangnya. Lalu bagaimana budaya dijadikan laku kehidupan sehari-hari.  Jika pendapat Habermas (1992) mendeskripsikan demokrasi deliberatif sebagai model demokrasi yang melahirkan aturan hukum yang legitimasinya bersumber dari kualitas prosedur deliberasi, bukan saja dalam lembaga-lembaga formal negara (seperti parlemen), tapi juga yang terpenting dalam masyarakat secara keseluruhan.

Semoga kita bisa menjadi makhluk berbudaya dan memahami budaya. Selamat berdiskusi. 




*Catatan penulis  

Selasa, 06 Desember 2022

DUKA, TAWA, ARGENTINA: MESSI

foto: twiter Argentina 


I/

Bahagia di atas lapangan tak dapat dipungkiri oleh tim Argentina, terkhusus seorang Leo Messi selaku komandan tim yang punya tanggung jawab besar memikul kemenangan pada kemenangan melawan Mexico. Tangis pada pertandingan pertama dibayar tuntas pada pertemuan kedua, pertandingan kedua yang penuh emosi serta tensi tinggi sama-sama ingin memetik kemenangan. Namun Argentina yang berhasil mencuri peluang yang begitu alot pada bapak pertama. Di babak kedua Messi membuat tendangan keras dari luar kotak penalti yang jebol gawang Ochoa yang dikenal alot. 

Sesuai dengan perkataan Leo Messi "di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua hal jadi mungkin.! Kali ini mungkin kemenangan terjadi ke Argentina. Pertemuan pertama mungkin saja kalau dari tim yang tak dipandang akan memang. Sehingga mencetak gol dari luar kotak penalti dengan tendangan keras ternyata bola mampu melewati dari beberapa bek sebagai pagar kuat Mexico, hingga penjaga terakhir gawang yaitu Ochoa. Dan bahagia tidak hanya oleh tim Argentina tapi bagi pendukung di Argentina dan di seluruh dunia bersorak sorai merayakannya.

Messi melawan Mexico babak pertama banyak turun membantu gelandang bertahan dan menyerang. Gerakannya tidak begitu banyak kecuali berjalan sambil berlari saat ada teman seperti Di Maria atau De Paul memegang bola untuk meminta dan mengoper ke depan sambil berlari untuk menerima umpan silang yang sekiranya bisa langsung ditendang lalu mencetak gol, hal itu tidak berhasil. Sebagai penonton saya melihat Messi merasa sangat bingung dan akan berlari minta bola dan ingin mengirim bola, pandanganku pada bapak pertama berharap kepada Martinez atau Di Maria yang bisa mencetak gol karena dua pemain itu yang bisa stay di posisinya, tidak dengan Leo yang juga lebih banyak mundur menerima dan mengumpan bola ke depan.

Adakah kerja keras dari pemain lain? Tentu banyak. Kemenangan tersebut kemenangan tim bukan individu saja. Salah satu yang menonjol dari kerja keras pemain lain yaitu Martinez bek, saat menghadang dengan tekel, dan adu heading para striker Mexico, yang seperti tidak berkutik di hadapannya. Kerja keras itu tak lepas kerjasama dengan Otamendi di belakang. Seperti terlihat jelas peluang musuh Argentina di pertandingan pertama dan pertandingan kedua--yang lebih agresif ketimbang bapak pertandingan pertama.

II/

Tetesan air mata seperti taburan bunga di pipi Aimar dan Scaloni saat Messi mencetak gol merupakan tangis yang begitu bahagia dari seorang pelatih dan asisten. Bagaimana tidak bangga memiliki pemain yang bisa memecahkan kebuntuan saat Tim terpuruk. Bukan tanpa ada alasan menangisi kemenangan malam itu, bisa saja lantaran karena melihat perjuangan dari awal Argentina selalu menggantungkan kepada sosok Messi. Sehingga pada malam itu tetesan air mata Aimar, yang merupakan sosok pemain dikagumi oleh Messi selama bermain sepak bola.

Masyarakat Argentina berharap pada Piala Dunia di Qatar ini dapat menjadi juara karena selama ini Messi masih belum menggapainya. Pada 2014 hanya sampai ke reinur up kalah satu kosong dengan Jerman. Apalagi piala dunia Qatar ini akan jadi sinyal Messi tidak akan bisa ikut serta lagi di perhelatan piala dunia empat tahunan. Lantaran umur yang tidak muda lagi. Sehingga untuk bisa jadi juara kesempatan ini tidak bisa disepelekan harus terus memperjuangkan hingga penuh keringat penghabisan. Messi menanggung itu, sehingga kemenangan selalu harus final baginya.

Semua tim akan punya harapan ke final, tidak hanya dengan Argentina. Akan tetapi semangat dari seorang pemain karena telah beberapa masuk serta masuk ke final pada 2014 tapi kalah. Semangat tersebut seperti menjadi semangat tersendiri daripada tim-tim yang lain. Sehingga semangat yang membedakan dengan tim lain bisa dikatakan memang berbeda.

Tangis dari seorang pelatih terhadap tim yang dilatih seperti hal aneh selama menonton sepak bola. Apalagi seorang pemain yang menjadi sorot tangisannya. Bagi seorang penonton merasakan hal tinggi apresiasi kepada sosok pemain. Namun selain itu juga menjadi beban baginya, lantaran menanggung pundak banyak kepercayaan yang telah diberikan penuh kepadanya.

Tidak menjadi baru jika Leo Messi terlalu membebani tim. Tidak hanya menjadi tumpuan di negara di bidang sepak bola, di sebuah tim klub juga bertumpu dan menerima hal tersebut. Selama berkarir di bidang sepak bola hanya membela dua klub Barcelona dan PSG. Kedua tim tersebut membebani kepadanya. Dibuktikan pada saat Barcelona ditinggalkan sering kali trophy dan kemenangan tim jarang didapat.

III/

Bahagia bagi tim Argentina tidak dapat dipungkiri dirasa sejak seorang Leo Messi melakukan gol pertama yang membawa kemenangan setelah dipastikan ditambah gol Enzo. Kebahagiaan tersebut membuat semua tim dan masyarakat Argentina. Tangis haru bahagia di dada mereka sangat terlihat jelas dipandang dari wajah mereka. Bagaimana para pemain dan staf merasakan kebahagiaan.

Perayaan dilakukan oleh para pemain tentu memunculkan kontrovers, lantaran ada salah satu video beredar kalau seorang Leo melakukan hal tidak semestinya yaitu meletakkan kaos hasil pertukaran dengan kapten Mexico Herrera. Video dianggap  kalau Messi sengaja menjadikan kaos hasil tukar tersebut dijadikan keset. Padahal dalam sepak bola pertukaran kaos di ruang ganti sudah semestinya dikeringkan dulu oleh para pemain mengeringkan kaos nya. Dan meletakkan tidak beraturan sudah biasa. Hal tersebut disampaikan juga oleh kapten Mexico, lebih tepatnya tidak mempersoal tersebut, kecuali Mexico menelan kesalahan.

Kebahagiaan yang dirasakan pemain serta banyak diluar sana sebagai pendukung merasakan kebahagiaan tim kesayangan menang. Tangis bahagia akan dirasakan pula saya sebagai pendukung Argentina dan Messi sebagai pemain idola secar sikap dan bermain sepak bola. Kunci permainan malam itu terletak pada nya, untuk bisa menang agar bisa lolos ke 16 besar.

Lain halnya dengan seorang Aguero yang setia mendukung bersama, walaupun hanya berada di tribun tidak ikut bertanding. Lantaran ada gangguan jantung, waktu Aguero pada di Barcelona, setelah perpindahan dari Man City. 

Semua orang termasuk diriku tetap mendukung Argentina agar bisa lolos serta bisa memenangkan pertandingan di laga-laga selanjutnya yang akan lebih berat. Namun doa serta usaha dari tim merupakan paling baik dilakukan. Maka kalau menyadari tak ada yang tak mungkin, dan bisa menjadi mungkin di dunia ini, kata Messi.



Rabu, 23 November 2022

ARGENTINA DAN KEKALAHAN

gambar: diambil dari twiter piala dunia Qatar 2022

"Di dunia ini tak ada yang tak mungkin" kata Leo Messi, dalam wawancaranya di buku biografi Gran Jugadors Del Barca. Di dunia sepak bola; kekalahan, kemenangan, dan imbang akan sering terjadi dalam sebuah permainan. Apa mungkin siklus hidup memang seperti permainan sepak bola tuk mencapai sebuah harapan, ya walaupun polanya akan berbeda. Dan malam itu Argentina menelan kekalahan. 

Di laga pertama grup C piala dunia, Argentina melakoni laga ke 35 di semua ajang resmi maupun tidak. Bahkan di semua pertandingan yang dilakoni belum mengenyam kekalahan. Terakhir kalah dengan Brazil pada 2019. Di awal perhelatan akbar piala dunia Qatar, isak napas pelan-pelan terhengus-engus, merasakan tim kebanggan kalah dengan lapang hati perlu diterima. Salah satunya menerima banyak pesan di gaway masuk dengan penuh ejekan, itu hal biasa. Akan tetapi berharap dari kekalahan ada keberkahan, bahwa di pertemuan akan datang lebih giat dan target menang lebih serius, sebab peluang lolos masih terbuka. 


Pertendinagn usai. Saya memegang kepala sambil mengelus-ngelus rambut, tanpa sadar gigi menggit pelan salah satu jari. Suara meriah kanan kiri tak kedengaran lagi. Suasa bapak pertama yang ramai lantaran tiga gol silih berganti dijebloskan, sebelum dianulir offside, walaupun sangat membuat sedih hanya satu yang disahkan, penalti.


Jadi bukti keyakinan rasio itu ilusi, yang tak pantas diagung-agungkan jadi bukti, bahkan jadi tolok ukur utama, jadinya begini. Hukum rasio melakukan prediksi dengan kurva normal hanya dilihat dari susunan pemain yang lebih mentereng diprediksi menang. Ternyata berharap mungkin pada dunia dalam bentuk permainan seperti ketidakmungkinan yang menjadi mungkin dalam sepak bola kurang tepat. 


Negara yang didukung lantaran ada Leo Messi, keok dengan tim tidak diprediksi sama sekali bersaing di grup C. Eh, ternyata sepak bola penuh dengan kejutan  di luar nalar kita. Diriku masih tercengang sambil menggeleng-gelengkan kepala dan sepulang dari Nobar (nonton bareng di kopian yang tidak ada yang dikenali) sambil menunduk penuh kecewa dan kacau pikiran. Seperti biasa, kekalahan Tim kebanggan sepak bola membuat nonton youtube malas, saking malasnya hingga seminggu tidak buka youtube. Karena kalau buka algoritma youtube akan menawarkan tontonan yang biasa ditonton. Hal tersebut ada hikmah baiknya karena lebih nyaman dan tenang kepadaku, lantaran waktu tak habis berselancar dunia youtube. Dan mata lebih mengurangi terdampak radiasi, serta beralih baca buku.


Kekecewaan bukan membenci, tapi lebih pada kondisi saat ini yang tidak dapat diterima oleh hati. Kekecewaan wajar asalkan tidak membenci, tentu ini terjadi kepada tim/Argentina dari Amerika Latin yang sangat sedikit perwakilan ke Pildun 2022. Selain itu, saya termasuk pengagum Leo Messi, walaupun kekalahan membuat sedikit kecewa pada permainan malam ini--yang dipermainkan melawan Arab Saudi. Permainan sangat kurang baik dan merasa bukan Tim harapan juara kalau demikian terus. Permainan yang kurang agresif dan memang merasa sangat percaya diri di awal, yang membuat rugi muncul rasa jumawa serta meremehkan lawannya. Mungkin saja, karena merasa di atas angin dan Arab Saudi tim yang diprediksi jadi bulanbulanan di grup C, ternyata mengejutkan. 


Keadaan yang mengagetkan tidak pernah dipikirkan akan terjadi, tapi ini sepak bola apapun bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. Jika Tim A dan B, bisa dipastikan Tim A yang unggul menang dalam rasio yang berdasarkan pada material pemain, dalam sepak bola tidak berlaku. Walaupun masih tidak percaya kalau Argentina yang diunggulkan di helatan Piala Dunia di Qatar 2022 pertemuan pertama tumbang oleh Arab Saudi. Padahal Arab Saudi digadang-gadang di grup C tersebut jadi pengumpulan point. Ternyata sepak bola penuh kejutan-kejutan yang harus menyadari lagi tak perlu meremehkan, sebab meremehkan sesuatu yang buruk. 


Sepak bola adalah olahraga yang seru dan banyak yang menggemari. Mulai dari main bola tarkaman hingga profesional selalu menjadi ajang sangat seru dan digemari. Sepak bola salah satu olahraga yang dapat dilakukan oleh siapapun mulai dari kalangan bawah hingga atas bisa menikmati. Dan semua orang bisa berlainan sepak bola. Entah hanya menggunakan bila plastik yang bermain di gang-gang kecil, yang suporternya kadang dirinya sandiri, atau bola blètèr yang dimainkan oleh para pemain profesional di lapangan yang ditentukan dan main menggunakan sepatu olahraga. Sepak bola olahraga tanpa strata, semua orang bisa memainkan serta menikmatinya. 


Argentina kalah. Terasa masih bermimpi lantaran pada bapak pertama banyak gol membuat hati bergema senyum begitu lebar pada menit 10 terakhir Leo Messi mencetak gol melalui titik putih. Di hati telah memprediksi akan begitu banyak lagi gol tercipta entah oleh Messi atau oleh pemain lain seperti Lautaro Martinez dan Angel Di Maria, yang menemani Messi di lini depan. Tiga gol yang dianulir wasit (offside) pada babak pertama menggambarkan akan banyak gol lagi. 


Susunan pemain yang diturunkan melawan Arab Saudi tidak begitu banyak perubahan dengan skuad timnas Argentina yang pernah menjuarai Copa America dan Piala Mollissima (perebutan piala pemenang Copa America dan Euro/pemenang di kalangan Eropa). Susunan pemain yang begitu baik serta tak disangka saja Tim besar dengan susunan pemain yang nyaris sempurna kalah. Malah jadi kejutan begitu dikalahkan oleh Saudi Arabia dengan skor tipis 2:1. 


Jika kita memperhatikan permainan kedua Tim. Kelas permainan dari keduanya begitu terlihat dengan susunan pemain yang jarang dikenal dan tidak mudah dihafal, yaitu Saudi Arabia. Bukan tujuan mengecilkan, tapi lebih ingin menunjukkan kalau standart pemain jangan sesekali memerahkan sebab mereka punya power dari dalam diri yang begitu kuat. Sehingga kerja keras dan cerdas dilakukan pemain seperti Saudi Arabia akan dilakukan untuk mengalahkan, bagaimanapun caranya. Karena kalau melihat permainan kedua Tim sangat tidak masuk akal jika memandang permainan yang begitu tidak banyak peluang untuk Saudi, lantaran sangat sulit memasuki di lini pertahanan Argentina yang dihuni oleh para pemain top Eropa. Dari segi permainan memang sangat kalah hal ini dibuktikan dari tembakan ke gawang yang tercatat oleh keterangan lapangan 3 shoot on target Saudi Arabia ke gawang Argentina, sedangkan Argentina tercatat 14 shot no target. Hukum penalaran yang tidak bisa dibuktikan kalau sepak bola dapat diukur dari pemain atau permainan melainkan gol yang diciptakan lebih banyak. 


Kekalahan Argentina di pertandingan pertama tak mengendorkan semangat diriku mendukungnya. Kekalahan di awal ini membuat lebih percaya dengan lebih baiknya lagi. Syukur-syukur semua Tim bisa mengambil dampak baiknya di awal pertandingan yang tidak beruntung. Sehingga di awal baik buruk untuk ke depan menjadi akhir yang baik (juara piala dunia). Kekalahan yang terjadi jika memang ingin memperbaiki masih belum terlambat, masih banyak lagi hal-hal kecil dilakukan lagi agar tetap waspada, karena kehati-hatian tersebut terkadang membuat lebih bisa menghargai serta melakukan yang terbaik terus. 


Messi dan Tim lebih keras serta percaya diri kalau akan mungkin terjadi bisa juara. Setidaknya menyadari padai pertandingan akan datang mampu memaksimalkan setiap peluang, setiap permainan yang agresif menekan akan lebih dikembangkan agar pressing lawan tidak berhasil. Kerja keras serta cerdas sangat diperlukan di permainan sepak bola modern ini. Mungkin.


Kamis, 17 November 2022

BUKU, ROUSSEAU, DAN CINTA


Mula-mula mengenal tokoh bernama Rousseau, ketika mendengar obrolan Maudy Ayunda, artis sekaligus perempuan multitalenta, berbincang di podcast Gita Wirjawan di akun spotify End Game.  Dibuka dengan ketertarikan Maudy terhadap adagium tokoh dunia bernama Jeans Jacques Rousseau. Saat itu pula, saya ingin tahu tokoh tersebut, lalu berselancar di laman google mencarinya. Di pencarian tersebut, muncul foto serta keterangan tokoh dikatakan pemikir, akademisi, dan filsuf. Selain itu, menulis karya sastra walaupun terdapat keterangan lain belum begitu banyak karya sastranya. 

Jeans Jacques Rousseau menulis cerita dalam bukunya dengan begitu memukau gaya pemberitaannya. Meletakkan karakter tidak hanya menjadikan seorang boneka yang tak dapat dinalar, tapi bisa ditemukan bukti di kehidupan nyata. Tentu, tanpa memunculkan karakter sikap dan sifat unik yang dimiliki akan menjadikan tokoh buatan tidak berdaya. Keunikan salah satu yang dimilikinya yaitu kehidupan yang dirasakan oleh Edward, terkhusus dalam asmara.


Segala gejolak ini membuntutinya di sepanjang perjalanan pulang. Luapan cinta yang baru saja bertunas selalu terasa lembut. Dorongan pertama yang muncul dalam dirinya adalah pesona baru ini; yang kedua membuka matanya terhadap dirinya sendiri (Rousseau: 2022.43). 


Tidak mudah menjelaskan segala perasaan kepada orang lain jika tidak membiasakan setiap apapun yang terjadi. Membiasakan diri untuk tetap menjadi diri sendiri tanpa gagah memang sulit, tapi paling sulit gagah terhadap perasaan yang merasa akan lebih dari sekitar, itu susah. Sedangkan akan mudah jika setiap kejadian diiris-iris benang merahnya lalu dijadikan jalan baik, jalan baik versi diri sendiri tanpa menyakiti orang lain. Walaupun pada akhirnya kehati-hatian selalu tergelincir di jurang tidak benar. 


Rousseau menulis cerita cinta Milord Edward begitu jeli menyampaikan secara lamban. Gaya penceritaan membuat pembaca membuat berjalan-jalan memahami sebuah rute jauh, tapi tak masalah karena menikmati ceritanya. Twntu, akan berbanding kebalik saat tak mampu merasakan nikmat membaca. 


Tokoh yang dibangun oleh penulis begitu miris karena tokoh menjadi other atau liyan dari manusia lain. Ia ternyata berhubungan asmara ganda dengan seorang. Hubungan yang membuat bahaya di Italia, lantaran banyak tekanan dari perempuan-perempuan yang mencibir dan akan disalahkan. Bahkan kelompok tokoh perempuan berpengaruh akan tak menerima, bisa-bisa akan mengancamnya. Budaya tersebut akan sama dengan di Indonesia. Sebab menjadi tabu serta tidak biasa akan jadi terasa aneh dan baru, yang kadang sangat sukar diterimanya. Kegelisahan tokoh yang wajar menjadi normal dapat perlakuan kurang pantas sebab manusia akan tidak mudah menerima hal baru dan pola konservatif masih kuat. Karena cara berpikirnya masih menggunakan pandangan kurva normal: "bahwa setiap pasangan hanya memiliki satu pasangan, tidak boleh lebih."


Saya menganggap kejadian tersebut seperti seorang yang jatuh cinta pada seorang teman. Mungkin ada yang menganggap kurang baik dan gak pantas. Ada pula yang tanpa berpikir panjang itu sangat baik bagus karena sudah sama-sama tahu, tak perlu kamu merasa kurang baik. Teruslah lakukan selagi mampu menjaga harga dirinya dan menjaga sebagaimana mestinya seorang pasangan. Paling penting tidak merugikan diantaranya. Walaupun kata tersebut tetap menjadi klise, akan tetapi, tetap saja ada yang merasa dirugikan dari satu sisi dan sisi yang lain. Hal ini akan dikembalikan ke agama; "tak mungkin Tuhan menyatukan sama persepsi pikiran manusia mirip atau sama, pasti ada yang perbedaan."


Untuk memahami perasaan, kita perlu mengiris-iris beberapa hal itu mengenai rasa. Atau menambang diri, lalu pada siapa perasaan diprioritaskan. Paling utama tidak lain yaitu kepada diri sendiri, kedua keluarga, dan ketiga pada pasangan (kalau yang kedua kalau sudah berkeluarga), serta yang ketiga pada guru, empat pada orang terdekat, dan kelima pada orang-orang yang semestinya dapat yaitu yang telah mempengaruhi hidupku--yang sangat perlu dapat rasa prioritas perasaan pada objek yang tepat. Sisanya adalah mereka bisa diberikan semestinya saja. Karena hanya Tuhan yang mampu mencintai semua dengan rata dan tak ada yang dibenci siapapun yang berdusta. 


Sebagai manusia yang kadang masih lapar hari ini perlu pergi ke warteg. Jangan merasa mampu dan bisa hidup sendiri atau dengan banyak orang di sekitar, paling penting bisa berbuat dan berbagi maksimal, bukan adil. Bisa saja itu menjadi resiko buruk yang terjadi pada diri sendiri dan berdampak pada orang banyak. Hal tersebut seperti memaknai cinta ganda tak semestinya buruk. Karena perihal ini salah satu perspektif saja, yang berbeda kepada akan beda pula menyerap makna. Bisa saja dianggap karunia Tuhan dianggap kelebihan. Hal ini subjektif. 


Pandangan tersebut perlu adanya dua sisi untuk melepas kesangsian berpikir berulang-ulang. Untuk mengambil contoh yang salah yaitu; ketika ada seorang mengatakan: "membaca buku banyak percuma, tapi tidak memahami perasaan perempuan." Penalaran yang tidak begitu membuat berat berpikir, tapi bagi yang gemar  baca, dikatakan seperti itu akan sakit hati, serta terus terekam di sanubarinya.


Pada inti mengambil makna dari setiap kejadian letak kebenaran tak hanya diletakkan pada kebenaran subjektif, melainkan perlu tandingan lain yaitu kebenaran secara objektif. Bagaimana seseorang dapat berpikir jernih dan mengambil jalan baik atas dirinya jika tak melibatkan unsur lain. Salah satu terus hadapi. Sebab siklus manusia di bumi masih sama, hanya beda pola. 


Hidup di dunia yang kompleks perlu memiliki prinsip pribadi yang kuat serta tahan banting. Karena jika tidak, akan terperangkap pada hidup personal yang hanya bisa menjadi penghambat perkembangan. 


Meminjam perkataan tokoh Edward; "benar demikian walaupun dia menolak perempuan yang dia puja-puji; segalanya selalu atas nama kebajikan, benar demikian, tapi dia juga percaya bahwa dia berlaku bijaksana apabila dia mengikuti jalan hasratnya sendiri" (2022:52). 


Rousseau, secara sadar menghadirkan kisah seorang di kehidupan sehari-hari dengan kepribadian tidak normal. Dalam hal ini menampilkan sebuah ketidaksesuaian di dalam kacamata umum, tapi itu ada. Namun secara sederhana tersampaikan secara tersirat maupun tersurat di buku "Cerita Cinta Milord Edward Boston, terbit di penerbit Mooi (2022), dialih bahasa oleh Rio Johan dari Bahasa Prancis ke dalam Bahasa Indonesia.